Minggu, 08 Oktober 2017

Bisnis Tekstil Pekanbaru

Bisnis Tekstil Pekanbaru - Terpuruknya industri tekstil di Banglades bisa mendongkrak kinerja ekspor tekstil Indonesia. Pemerintah dan dunia usaha harus menggarap peluang ini. Beberapa pembeli asing mulai mengalihkan sebagian impor tekstil dari Banglades ke negara alternatif.

”Saat ini para pembeli akan mengubah porsi sumber pembelian, yakni mengurangi dari Banglades dan membagi ke beberapa negara, di antaranya Indonesia dan Vietnam,” kata Menteri Perindustrian MS Hidayat melalui pesan pendek, Jumat (17/5).

Hidayat mengatakan, saat ini Vietnam memiliki keistimewaan untuk memasukkan produknya ke Eropa dan AS, yang merupakan pasar utama tekstil.

Terkait hal tersebut, pemerintah dianjurkan melakukan negosiasi persyaratan bea masuk ke Eropa dan AS.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudradjat mengatakan, porsi ekspor tekstil Indonesia ke AS mencapai 54 persen, disusul Eropa 18 persen, dan Jepang 15 persen.

”Melihat porsi tersebut, selayaknya kalau kesepakatan perdagangan bebas dilakukan dengan AS dan Eropa, bukannya kok malah dengan China,” kata Ade.

Terkait peristiwa ambruknya pabrik tekstil di Banglades, Ade menuturkan bahwa dampaknya terhadap pasar ekspor tergantung dari sikap pembeli.

”Kalau pembeli melihat peristiwa tersebut lebih karena soal konstruksi bangunan, itu tidak terlalu masalah. Lain halnya kalau mereka menganggap itu merupakan kecelakaan akibat buruknya pengelolaan industri tekstil di sana,” ujar Ade.

Penilaian terakhir tersebut akan memengaruhi persepsi negatif pembeli, terutama dari AS dan Eropa, terhadap citra produk tekstil Banglades.

Indonesia harus melakukan langkah terbaik agar produk tekstilnya mampu merebut pasar di dunia. Selama ini ekspor tekstil dari Banglades mencapai 20 miliar dollar AS per tahun.

Dari sisi daya saing di sisi harga, produk tekstil Indonesia kalah dibandingkan Vietnam dan Kamboja karena upah buruh di dua negara tersebut hanya sekitar 80 dollar AS per bulan.

”Sementara upah buruh Indonesia 100-200 dollar AS. Komponen upah buruh menyumbang 20 persen terhadap biaya produksi,” kata Ade.

Pemerintah juga harus mendorong ekspor tekstil, antara lain dengan memberikan lagi fasilitas kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE). Sebelumnya, pencabutan KITE telah menurunkan ekspor tekstil Indonesia sebanyak 5 persen, yakni dari 13,3 miliar dollar A. Sumber : Sumber : internasional.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar