Minggu, 26 November 2017

Bisnis Kue Waffle Pekanbaru

Bisnis Kue Waffle Pekanbaru - Panganan manis bertekstur bundar dan berlubang kotak-kotak yang sering disebut wafel sudah mulai terkenal di Indonesia. Meskipun bukan sebuah makanan domestik, namun peminatnya tidak sedikit di Indonesia.

Banyak pengusaha kuliner ini yang menawarkan kerjasama usaha untuk mengembangkan usaha. Sesuai bahasan kali ini, yaitu peluang usaha wafel, beberapa usaha yang sedang menanjak seperti Belgian Waffle, Waffle Liz dan Wafflelicius.

Secara umum perkembangan usaha wafel tadi cukup baik sebab menu yang ditawarkan sesuai lidah konsumen serta tawaran paket investasinya yang relative terjangkau modal investor lokal. Yuk simak ulasannya.

Belgian Waffle

Usaha ini berdiri Juni 2014 lalu dan langsung menawarkan kerekan usahaan usaha. Pada saat KONTAN mengulas usaha ini pada Oktober 2014 silam, usaha besutan Kurniawan Tsai ini baru mekepunyaani tiga gerai dengan rincian dua kepunyaan rekan usaha dan satu punya pusat. Setelah hampir setahun berlalu, Belgian Waffle kini telah mekepunyaani 10 gerai dengan rincian tujuh gerai punya rekan usaha dan sisanya kepunyaan pusat.
Belgian Waffle masih menawarkan tiga paket investasi, namun masing-masing paket mengalami kenaikan ongkos investasi sebesar Rp 5 juta. Sekurang-kurangnya, paket Belgian Express kini menjadi Rp 55 juta, paket Belgian Premier menjadi Rp 70 juta dan paket Belgian Superior seharga Rp 90 juta.

Selain itu, harga jual menu juga meningkat akibat kenaikan harga bahan baku, menjadi sekitar Rp 10.000–Rp 17.000 per sajian. Untuk rata-rata pendapatan rutin, Belgian masih menargetkan hal yang sama sekurang-kurangnya rekan usaha bisa mendapatkan Rp 35 juta setiap bulan dengan asumsi penjualan 100 sajian−150 sajian per hari.

Kurniawan menyampaikan, meskipun peningkatan paket investasi dan harga jual tidak bisa dihindari karena ongkos bahan baku yang makin melambung, namun dia tetap berinovasi membuat banyak pilihan menu agar menarik konsumen lebih banyak. Kini ada topping baru seperti choco peanut butter, red bean, dan choco almond.

Selain itu, Belgian Waffle juga aggresif melakukan sejumlah promo seperti memberikan diskon, memberikan bonus minuman serta menerapkan happy hoursebagai strategi pemasaran.Menurut Kurniawan, pertumbuhan gerai saat ini terhitung cukup lambat karena sulitnya mendapatkan lokasi di pusat perbelanjaan yang sering penuh. Sebab usaha wafel diperlukan pasokan listrik yang besar sehingga harus di dalam ruangan.

“Pada saat masuk dalam daftar tunggu, kami tidak bisa melakukanapa-apa lagi, karena usaha ini amat bergantung dengan listrik, sehingga jika lokasi jualannya di luar ruangan akan sangat menyulitkan,” keluh Kurniawan.

Hambatan lain adalah tingginya ongkos sewa lokasi dan adanya peraturan di pusat perbelanjaan tertentu yang tidak mengijinkan menjual produk makanan yang sama. Kurniawan menerangkan, ongkos sewa lokasi paling murah di foodcourt sekurang-kurangnya sebesar Rp 4 juta setiap bulan. Di pusat perbelanjaan yang sudah tenar, sewa lokasi sebesar Rp 2,5 juta setiap bulan. Karena ukuran Belgian Waffle minimal 4 m², rekan usaha harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 10 juta setiap bulan untuk sewa.

Untuk mengatasi hambatan ini, Kurniawan mekepunyaani rencana untuk berinovasi membuat wafel dengan memakai kompor gas sehingga bisa berjualan di lokasi terbuka. Sehingga calon rekan usahanya yang masih dalam daftar tunggu bisa mulai menjalankan usaha.

Wafel Liz

Usaha wafel yang berdiri sejak awal 2014 di Tangerang Banten ini membuka tawaran kemitraan di akhir tahun 2014. Di akhir Desember 2014 lalu, gerai Waffle Liz baru sebanyak 4 gerai yang seluruhnya masih kepunyaan sendiri.

Subiarto, pekepunyaan Waffle Liz menyampaikan setelah hampir setahun berjalan kini gerainya bertambah 4 unit lagi menjadi totalnya 8 gerai. Dari 8 gerai itu, 4 kepunyaan sendiri dan 4 gerai kepunyaan rekan usaha yang tersebar di Tangerang, Jakarta, dan Bandung.

Subiarto menyampaikan, meskipun rekan usaha bertumbuh namun dia masih aktif mencari rekan usaha-rekan usaha baru lebih banyak lagi. Oleh karena itu, dia banyak menghadiri pameran waralaba atau sekadar membuka booth di berbagai acara untuk penawaran. Ia juga selalu update di media sosial yang paling sering yaitu Twitter dan Facebook.

Untuk nilai investasi masih tetap sama sekurang-kurangnya Rp 15 juta tanpa booth dan ekstra Rp 7 juta hingga Rp 10 juta untuk paket memakai booth. Fasilitas lainnya yang diberikan kepada rekan usaha adalah dua mesin pembuat wafel listrik, tepung wafel untuk 98 sajian, alat kelengkapan penawaran, handuk, kipas angin kecil, wadah topping, kemasan wafel, dan sebagainya

Sedangkan harga jual perlu menyesuaikan dari Rp 10.000− 12.000 per sajian menjadi Rp 15.000−22.000 per sajian. Ini dikarenakan ukuran wafel yang dibuat lebih besar dan ada ekstra topping yang lebih banyak. Lagipula kata dia, selama 4 bulan terakhir terjadi kenaikan harga bahan baku seperti tepung untuk membuat wafel.

Untuk bisa bertahan, Subiarto juga mengeluarkan banyak pilihan rasa baru seperti rasa greentea dan beberapa rasa lagi di masa mendatang.Untuk sasaran jumlah gerai, Subiarto ingin setidaknya terjadi penambahan satu gerai setiap bulan. Oleh karena hal tersebut, Subiarto tidak menentukan lokasi rekan usaha “Mitra usaha yang berlokasi di luar Jawa bukanlah suatu masalah,” kata dia.

Waffelicious

Waffelicious berdiri sejak 2009 di Solo, Jawa Tengah di bawah manajemen CV Nirvana Setiabudi. Usaha ini dimiliki kakak beradik Adi Bagus dan Hendy Tanaka. Menu yang dijual adalah wafel Hong Kong dengan bentuk bundar-bundar di tengahnya.

Tahun 2013 lalu Waffelicious mempunyai 26 gerai yang lokasinya tersebar di Solo, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan Banjarmasin. Kini Adi menyampaikan jumlah gerai sudah ada 96 gerai tersebar di seluruh indonesia. Rinciannya satu gerai kepunyaan induk usaha di Magelang dan sisanya kepunyaan pusat. Penambahan rekan usaha yang cukup signifikan, menurut Adi karena selama ini mereka sangat aktif melakukan penawaran di media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram sehingga produknya lebih luas dikenal masyarakat.

Waffelicious juga menawarkan produk baru agar menarik pelanggan. Ada sekitar lima hingga tujuh rasa baru yang ditawarkan diantarannya rasa green tea, blueberry, asin, durian dan taro. Ada juga jenis topping baru diantaranya fresh fruits, ovomaltine, sosis sapi dan ayam, abon, ham, saus BBQ, dan selai aneka rasa buah.

Adi, menyampaikan saat ini harga jual produk meningkat di kisaran Rp 14.000−Rp. 28.000 per sajian. Harga ini naik dari sebelumnya Rp 13.000−Rp 20.000 per sajian. Namun, paket investasi masih tetap sama, yaitu senilai Rp 45 juta. Paket ini memberikan konsep outlet atau gerai di mal. Rekan usaha akan diberikan booth, alat usaha, bahan baku untuk 200 sajian, alat penawaran, sampai seragam karyawan.

Berdasarkan pengalaman beberapa rekan usaha, rata-rata pendapatan rutin yang bisa diraih berada di kisaran Rp 30 juta hingga Rp 100 juta setiap bulan, bergantung lokasi usaha.

Menurutnya, selama ini hambatan usahanya ada pada pada SDM yang kurang kompeten memakai mesin pembuatan waffle meskipun sudah dilakukan pelatihan. Sehingga hasilnya kurang bagus. Rencana di masa mendatang Wafflelicious ingin menciptakan waffle dengan berbagai macam ukuran dengan berbagai jenis cetakan agar bentuknnya lebih variatif. Adi menargetkan bisa menarik 50 rekan usaha baru setiap tahun untuk lebih meluaskan usaha Wafflelicious.

Harus Aktif Pemasaran Agar Berkembang

Erwin Halim, Pengamat Usaha dari Proverb Consulting menilai, usaha waffle masih akan berkembang hingga tiga sampai lima tahun mendatang. Potensi pertumbuhan usaha di sektor ini karena pengaruh tren kuliner asing yang sedang terjadi di tanah air. Tren ini sama dengan minuman bubble atau makanan asing lainnya yang sedang terkenal di sini.

Meskipun begitu, pihak pusat dan rekan usaha yang menjalankan usaha ini wajib mengantisipasi jika tren usaha ini mulai kadaluarsa, karena konsumen pun akan ikut berkurang juga. Beberapa hambatan yang biasanya dihadapi rekan usaha adalah lokasi usaha, harga bahan baku yang melonjak serta SDM yang sering berganti. Ini merupakan masalah lumrah yang harus dihadapi rekan usaha,” ucapnya.

Untuk mensiasati masalah ini, rekan usaha harus menyiapkan taktik umpamanya, jika bahan baku harus diimpor bisa menggantinya dengan memakai bahan-bahan lokal. Pusat juga wajib mendukung rekan usaha dengan meninjau lokasi usaha yang pantas termasuk bantuan pelatihan karyawan.

Manajemen pusat dan rekan usaha harus memperhatikan aspek keragaman produk waffle yang dijual. “Penting untuk membuat waffle yang dijajakan punya rasa enak dan banyak pilihan menu atraktif, bisa diberi es krim atau yoghurt. Hal ini dilakukan agar pembeli tidak cepat bosan dengan produknya,” tutur Erwin.

Selain itu, agar usaha waffle tidak mudah ditiru, baik pusat atau rekan usaha harus aktif untuk ikut pameran atau mengatur taktik untuk mengembangkan usahanya. Salah satunya bisa dengan menambah cabang agar semakin dikenal masyarakat umum. Sumber : webbisnis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar