Keterbatasan fisik tak menyurutkan semangat para penyandang disabilitas untuk berwirausaha. Saat mengikuti acara “Pelatihan Kewirausahaan Bagi Penyandang Disabilitas” di Megamendung, Kabupaten Bogor, (26/07), para penyandang disabilitas tampak bersemangat.
Tanya jawab antara peserta dan mentor berlangsung cukup lama. Banyaknya peserta yang bertanya menandakan bahwa mereka betul-betul ingin tahu dan menerapkan ilmu hasil pelatihan tersebut dalam usahanya. Pelatihan diikuti oleh 40 penyadang disabiltas. Mereka berasal dari Bandung, Bogor, Karawang, Indramayu, Purwakarta, dan Banjar (Jawa Barat). Mereka adalah tunarungu, tunadaksa (polio, fisik), tunagrahita (keterbelakangan mental), dan tunanetra.
Kali ini, pelatihan yang diberikan di antaranya tentang perkoperasian, manajemen usaha, laporan keuangan, kemasan, pengurusan perizinan, pemasaran, dan sebagainya. Mayoritas peserta sendiri sudah memiliki unit usaha. Dengan pelatihan ini diharapkan mereka akan naik kelas.
Agus Ruyadi, misalnya, penyandang disabilitas (folio) asal Bogor mengatakan bahwa dirinya telah menekuni usaha budi daya dan pengolahan obat herbal dari buah dan daun Tin sejak Februari 2017 dengan merek Teteh Tin. Khasiat dan kandungan buah Tin yang kaya dengan mineral dan vitamin berpotensial untuk menjaga tubuh agar tetap sehat dan bugar. Buah dan daun tin juga mampu menyembuhkan berbagai penyakit seperti hipertensi, jantung koroner, diabetes, dan sebagainya.
“Memang, di Indonesia belum banyak masyarakat yang mengkonsumsinya. Tapi, saya yakin ke depan ini merupakan bisnis yang potensial. Pasalnya, California Fig-s Advisory sudah melansir kandungan nutrisi buah Tin ke seluruh dunia,” kata Agus yang juga berprofesi sebagai ustad ini.
Oleh karena itu, Agus berharap, pemerintah bisa memfasilitasi usahanya dalam pengurusan perizinan, hak cipta, merek, juga label halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) bagi produknya. “Di pelatihan ini juga saya ingin mendapatkan pengetahuan mengenai manajemen usaha yang sesungguhnya. Saya juga ingin memahami dan menguasai ilmu pemasaran secara online, sehingga, saya bisa memperluas pangsa pasar bagi produk yang saya buat,” kata Agus.
Selesai pelatihan hari pertama, Panitia mengajak para peserta untuk foto bersama di depan panggung. Maka kegembiraan pun tampak dari raut muka mereka. Bahkan saking senangnya, salah seorang peserta yang kehilangan salah satu kakinya berjalan dengan melompat-lompat. Entah disangaja atau lupa, kruk (alat bantu jalan)nya ketinggalan di sebelah tempat duduknya. Rekan-rekan yang telah berada di depan berteriak “nyantai aja brooo” diiringi dengan gelak tawa.
Tidak lama kemudian disusul seorang peserta yang kehilangan dua kakinya. Peserta ini berjalan dengan ‘ngesot’ dan sandal di telapak tangannya, dia berusaha ikut ke depan untuk berfoto. Saat dia berjalan, rekan-rekannya berteriak, “Hee, kura-kura ninja, sendalnya dipakai di kaki, bukan di tangan”. Mendengar candaan rekannya, dia pun malah ikut tertawa sambil menjulurkan lidahnya. Menurut Agus, candaan seperti itu sudah terbiasa di internal para penyadang disabilitas. “Tidak ada marah, apalagi sakit hati. Justru dengan candaan ini, kami semakin akrab.”
Sumber: Cooperative - E-Magazine Edisi Agustus Kemenkop dan UKM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar