Selasa, 03 Oktober 2017

Pelaku Usaha Mikro Daftar Secara Online, Kemenkop UKM Bersama Kadin Mendukung

Pelaku usaha mikro dan kecil cukup didaftarkan secara online sebelum memulai usaha, Kementerian Koperasi dan UKM bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung. Namun demikian, terkait kewajiban pajak kedua pihak belum mengetahui apakah ada pengenaan pajak bagi pelaku usaha mikro yang telah mendaftarkan diri.


Hal itu diungkapkan Sekretaris Kemenkop dan UKM Agus Muharram dalam acara Rakornas Kadin di hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (3/10/2017). Rakornas kali ini mengangkat tema "Mendorong Digitalisasi UMKM, Industri Kreatif dan Start Up untuk Menciptakan Ekonomi Berkeadilan dalam Menghadapi Persaingan Global".


"Apakah para pelaku mikro dan kecil cukup didaftarkan saja usahanya ini dibebaskan dari pajak, tentu perlu pemikiran dan pertimbangan lebih lanjut, karena Kami belum tanya secara detail ke Ditjen Pajak kalau didaftar itu kena pajak atau tidak," ungkap Agus.


Agus mengutip kata dari Presiden Jokowi bahwa pelaku usaha mikro dan kecil cukup didaftarkan saja, dengan maksud untuk memberikan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha di Indonesia. Sebab menurutnya, investasi menjadi terhambat masuk dikarenakan masalah perizinan usaha ini.


"Pak Jokowi ingin para pelaku usaha mikro dan kecil itu tidak perlu izin, didaftarkan saja. Nanti secara online di tempat tempat tertentu didaftar oleh pemerintah daerah setempat. Saking Pak Jokowi concern terhadap para pelaku usaha mikro dan kecil yang merupakan mayoritas di tanah air," kata Agus.


Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UMKM dan Koperasi M Lutfi juga mendukung rencana tersebut. Lutfi mengatakan anggota Kadin yang sebagian besar merupakan kelompok usaha mikro dan kecil harus membuka diri untuk berkolaborasi dengan berbagai stakeholders guna mengembangkan usahanya. "Bahwa Kadin akan menjadi penggerak persatuan bagi pencipta nilai tambah baru. Dan Kadin juga ingin berkontribusi, maka anggota Kadin juga membayar pajak. Oleh sebab itu, Kadin ada untuk Indonesia," tandas M Lutfi.


Rudy Salahuddin selaku Deputi bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, Kemenko Perekonomian menjelaskan tujuan pemerintah menerbitkan Izin atau mendaftarkan para pelaku usaha mikro dan kecil agar supaya memudahkan pembinaan. Pemerintah ingin database yang jelas berapa jumlah UKM untuk dibina nantinya.


"Yang diperlukan pemerintah bagaimana mendata. Tidak perlu tahu asal data itu dari mana, karena itu kita minta bantuan dari pelaku usaha untuk bagaimana kita bangun data dan bina pelaku UMKM dari data yang kita miliki," jelas Rudy.


Pemerintah menargetkan agar usaha mikro dan kecil bisa naik kelas. Namun Rudy mengaku salah satu hambatannya adalah dengan diterbitkannya adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang membagi wewenang pembinaan usaha mikro mikro yang jumlahnya mayoritas lebih dari 98 % ada pada Pemda Kabupaten/Kota dan Pemerintah Propinsi untuk usaha kecil.


"Ini yang dapat menghambat kita melakukan pembinaan dan pendataan. Contohnya data yang saat ini sekitar 59  juta UMKM itu data hasil prediksi Data BPS yang belum ada by name by adress, sehingga kita tidak begitu tahu bagaimana mau membina UKM membawa UKM naik kelas yang mana. Ini yang jadi perhatian pemerintah," ungkap dia.


Pembicara lain, Waketum bidang Industri Kreatif Kadin Ariful Hidayat mengatakan, peluang pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia masih sangat besar. Beberapa faktor pendukungnya, antara lain bonus demografi Indonesia dan gaya hidup digital yang terus mengalami peningkatan.


"Pertumbuhan belanja online di Indonesia terus meningkat. Oleh karena itu, tak usah heran bila pemain asing pun sudah mulai masuk menggarap potensi e-Commerce di Indonesia," kata Ariful yang akrab disapa Erik.


Maka, Erik menegaskan bahwa hanya ada dua pilihan bagi pelaku UKM yang masih konvensional, yaitu berubah atau punah. Sehingga lanjut dia, pemanfaatan teknologi tidak bisa lagi dihindari.


"Sudah lazim sekarang ini kita berpromosi barang melalui Media Sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan sebagainya. Untuk delivery produk ke konsumen, saat ini tersedia aplikasi ojek online," ujar Erik.


Meski begitu, Erik juga mengakui bahwa masih ada permasalahan yang membelit industri kreatif di Indonesia. Seperti kualitas SDM, bahasa, sumber daya pendukung, kelembagaan, dan juga pembiayaan.


"Yang tak kalah mengherankan, para pelaku UKM industri kreatif di Indonesia hanya 16 persen yang berbadan hukum, sedangkan 83 persen lainnya masih berbentuk informal," pungkas Erik.


sumber: okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar